Gizi.net - Otonomi daerah di Indonesia yang sudah berjalan sekian tahun tidak membawa pengaruh yang positif bagi daerah, tetapi justru menyuburkan tindakan korupsi. Praktik korupsi kian menyebar dan melibatkan semakin banyak aktor terutama lembaga eksekutif dan legislatif daerah.
Demikian dikatakan Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Danang Widoyoko, dalam acara laporan akhir tahun 2004 ICW di Jakarta, Selasa (18/1). Dalam acara itu, Danang Widoyoko didampingi aktivis ICW lainnya, Adnan Topan Usodo.
Dikatakan Danang, catatan ICW sejak Januari hingga Desember 2004, terdapat 432 kasus korupsi yang terjadi di seluruh Indonesia dengan berbagai macam aktor, modus, dan tingkat kerugian yang dialami negara. Dari sekian kasus itu, kata dia, 124 kasus korupsi melibatkan anggota DPRD dan 83 kasus melibatkan kepala daerah.
Ia mengatakan, data tersebut menegaskan bahwa otonomi daerah hanya memberikan kekuasaan monopoli kepada pemerintahan daerah (kepala daerah dan legislatif) untuk mengelola sumber daya ekonomi yang rawan dengan penyelewengan karena tidak adanya kontrol masyarakat.
Danang mengutip TA. Legowo (2001) mengatakan, ada tiga hal yang menjadi penyebab terjadinya desentralisasi korupsi pada era otonomi daerah. Pertama, program otonomi daerah hanya terfokus pada pelimpahan wewenang dalam pembuatan kebijakan, keuangan dan administrasi dari pemerintah pusat ke daerah, tanpa disertai pembagian kekuasaan kepada masyarakat.
"Karenanya program otonomi daerah hanya memberi peluang kepada elite lokal untuk mengakses sumber-sumber ekonomi dan politik daerah yang rawan terhadap korupsi atau penyalahgunaan wewenang," kata Danang. (E-8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar