Nmp : 10208468
Kelas : 3EA10
Krisis moneter yang berawal pada bulan Juli 1997, sangat mempengaruhi kondisi
perekonomian nasional. Awal krisis yang ditandai dengan terdepresiasinya nilai tukar
rupiah yang parah (severe currency depreciation), krisis likuiditas (liquidity crunch),
suku bunga yang tinggi (high interest rates) dan kegagalan sektor financial (financial
sector failures) mempengaruhi secara signifikan kegiatan operasi perusahaan, baik
perusahaan berskala besar, menengah maupun usaha kecil. Banyak perusahaan yang
mengalami kesulitan operasional akibat meningkatnya suku bunga dan melemahnya nilai
tukar. Selanjutnya, kondisi ini diperburuk dengan adanya penciutan pasar yang
berdampak pada perusahaan, sementara produksi terganggu kontinuitasnya akibat
meningkatnya harga bahan baku produksi. Kondisi ini menyebabkan perusahaan
mengalami kesulitan dalam pembayaran utang (loan default), dan kemudian menjurus
pada kesulitan keuangan (financial distress). Kesulitan pembayaran utang dan kesulitan
keuangan tersebut menyebabkan banyaknya perusahaan-perusahaan yang collapse,
termasuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Sektor usaha kecil memiliki peran yang cukup besar dalam keseluruhan
pembangunan ekonomi bangsa. Pada tahun 1998, jumlah pelaku usaha kecil dan
menengah (UKM) mencapai 99,8% dari total pelaku ekonomi kita, sementara sisanya,
yaitu hanya 0,2% merupakan pelaku usaha besar. Dengan demikian mayoritas pelaku
ekonomi kita adalah usaha kecil dan menengah. Di samping itu, sektor ini juga menyerap 88,3% total angkatan kerja Indonesia. Dari keseluruhan unit usaha kecil, 54% di
antaranya bergerak di sektor pertanian, 23% di sektor perdagangan dan 10,6% adalah unit
usaha industri olahan (Indra Ismawan, “Alternatif Pemberdayaan Usaha Kecil”:
Usahawan April 2002).
Dari sisi jumlah unit dan penyerapan tenaga kerja, sektor usaha kecil ini
mendominasi aktivitas perekonomian Indonesia. Namun, dari sisi kontribusinya terhadap
PDB masih relatif kurang.
Group Number Of
Account
Debtors
Amount %
Retail (< IDR 1 billions) 206.533 167.394 96,4
SME (IDR 1 billions-
Commercial (IDR 5 billions-
billions)
6.573 1.916 1,1
Corporate (IDR 50 billions -
billions)
11.975 2.268 1,3
Total 230.850 173.617 100,0
Source: IBRA Annual Report - 2000
(www.bppn.go.id)
UKM adalah jenis usaha yang paling banyak jumlahnya di Indonesia, memiliki
modal antara Rp 1 Miliar – 5 Miliar (definisi BPPN), dan mampu menyerap tenaga kerja
dalam jumlah yang cukup besar. Krisis moneter yang terjadi tersebut menimbulkan
banyaknya UKM yang gulung tikar atau mengalami kesulitan dalam mencicil atau
melunasi kreditnya. Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kredit macet UKM yang
ada di BPPN sebanyak 2.039 UKM.
Melihat dari cukup banyaknya UKM di Indonesia yang notabene mempengaruhi
perekonomian Indonesia, maka terlihat bahwa UKM merupakan jenis usaha yang patut
diperhatikan.
Kredit
Bank melakukan kegiatan usahanya terutama dengan menggunakan dana
masyarakat yang dipercayakan kepadanya, sehingga kepentingan dan kepercayaan
masyarakat wajib dilindungi dan dipelihara.
Salah satu kegiatan bank adalah pemberian kredit kepada debitur, dimana
kegiatan ini mengandung resiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan
kelangsungan usaha bank sehingga dalam pelaksanaannnya harus berdasarkan azas
perkreditan yang sehat.
Secara sederhana, kredit dapat diartikan sebagai pemberian prestasi lebih dahulu
kepada pihak lain, baik barang maupun jasa, untuk dibayar pada saat yang diperjanjikan.
Dalam dunia perniagaan menurut Lester, R.B.M.B.A dalam bukunya “Profesional
Management” (1985 :208) kredit itu dikenal sebagai penyerahan barang atau jasa saat
sekarang, untuk mendapatkan penggantinya menurut perjanjian dalam pembayaran yang
setara di hari kemudian.
Pendapat lain dalam buku Analisa Kredit (Rahmat Firdaus :1985,12)
mengemukakan bahwa kredit itu merupakan : “ Penyerahan sesuatu yang berharga
kepada pihak lain, apakah uang, barang atau jasa dengan janji, bahwa di hari tertentu
penerimanya akan membayarnya secara ekivalen/sebanding”
Seorang ahli Amir R Batubara, mengemukakan, bahwa “Kredit itu merupakan
prestasi yang diberikan, yang kemudian akan terjadi balas prestasinya”.
Dari segi akuntansi yang dikemukakan oleh Philips E. Fess dalam bukunya Financial
Accounting kredit itu “ Timbul karena persetujuan antara penjual dengan pembeli, dan
dinyatakan kapan pembayarannya dilakukan.”
Dari pandangan para akuntan, kredit merupakan : “ Kesanggupan untuk
membayar atau meminjam dengan janji akan membayar setelah habis jangka waktunya,
atau pada penyerahan barang berikutnya.” Sedangkan di negara Indonesia kredit yang
disalurkan oleh Bank berupa pinjaman itu mempunyai arti yang selaras dengan yang
dinyatakan dalam undang-undang pokok perbankan, yang berarti bahwa kredit adalah
uang yang disediakan atau disamakan dengan itu berdasarkan perjanjian dan harus
dilunasi pada waktunya beserta bunganya.
Setelah kita perhatikan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
kredit adalah “Penyediaan uang atau taguhan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga, termasuk:
1. Pemberian surat berharga yang dilengkapi dengan Note Purchasing Agreement
(NPA)
2. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang.
Skala Kredit
Kredit dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, menurut skalanya, adalah sebegai
berikut:
1. Kredit Korporasi, yaitu kredit kepada debitur group/non group dengan total
fasilitas Cash Loan (CL) dan atau Non Cash Loan (NCL) di atas Rp 25 miliar.
2. Kredit Komersial, yaitu kredit kepada debitur group/non group dengan fasilitas
Cash Loan (CL) dan atau Non Cash Loan (NCL) di atas Rp 35p juta sampai
dengan dibawah Rp 25 miliar.
3. Kredit Retail, yaitu kredit kepada debitur group/non group dengan total fasilitas
Cash Loan (CL) dan atau Non Cash Loan (NCL) sampai dengan Rp 350 juta dan
seluruh kredit konsumsi tanpa memperhatikan jumlahnya
Kualitas Kredit
Berdasarkan SE BI No. 31/10/UPPB tanggal 12 November 1998, kualitas kredit
digolongkan menjadi 5 golongan , yaitu:
1. Lancar
Adalah kredit yang tidak ada tunggakan bunga maupun angsuran pokok (jika
ada), pinjaman belum jatuh tempo dan tidak terdapat cerukan karena penarikan.
Pembayaran kewajiban pada masa mendatang diperkirakan lancer/sesuai dengan
jadwal dan tidak diragukan sama sekali.
Ketentuan:
a. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu;
b. Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau
c. Bagian dari kredit yang dijamindengan agunan tunai (cash collateral)
2. Perhatian khusus
Adalah kredit yang menunjukkan adanya kelemahan pada kondisi keuangan
ataupun kelayakan kredit debitur. Hal ini misalnya ditandai dnegan trend menurun
dalam profit margin dan omset penjualan atau program pengembalian kredit tidak
realistis atau kurang memadainya agunan, informasi kredit ataupun dokumentasi.
Perhatian dini, termasuk pembicaraan yang intensif dan serius dengan debitur
diperlukan untuk mengoreksi keadaan ini. Kalau keadaan semakin parah, debitur
perlu direklasifikasi ke tingkat yang lebih buruk.
Ketentuan:
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui
90 hari; atau
b. Kadang-kadang terjadi cerukan; atau
c. Mutasi rekening relative aktif; atau
d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau
e. Didukung oleh pinjaman baru.
3. Kurang lancar
Adalah kredit yang pembayaran bunga dan angsuran pokok (jika ada) mungkin
akan atau sudah terganggu karena perubahan yang sangat tidak menguntungkan
dalam segi keuangan dan manajemen debitur atau ekonomi atau politik pada
umumnya atau sangat tidak memadainya agunan. Pada tahap ini belum tampak
adanya gejala kerugian bagi bank, namun kondisi ini dapat berkepanjangan dan
kemungkinan semakin memburuk. Tindakan koreksi yang cepat dan tepat harus
diambil untuk memperkuat posisi bank sebagai kreditur, antara lain dengan
mengurangi eksposure bank dan memastikan debitur juga mengambil tindakan
perbaikan yang berarti.
4. Diragukan
Adalah kredit yang pengembalian seluruh pinjaman mulai diragukan, sehingga
berpotensi menimbulkan kerugian bagi bank, hanya saja belum dapat ditentukan
besar maupun saatnya. Tindakan yang cermat dan tepat harus diambil untuk
meminimalkan kerugian.
Ketentuan:
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui
180 hari; atau
b. Terjadi cerukan yang bersifat permanent; atau
c. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau
d. Terjadi kapitalisasi bunga; atau
e. Dokumentasi hokum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun
pengikatan jaminan.
5. Macet
Adalah kredit yang dinilai sudah tidak bias ditagih kembali, Bank akan
menanggung kerugian atas kredit yang sudah diberikan.
Ketentuan:
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui
270 hari; atau
b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau
c. Dari segi hokum maupun pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai
wajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar